Praktek Bid’Ah Yang Dikerjakan Para Sahabat Nabi
Para sobat sering melaksanakan perbuatan yang sanggup digolongkan ke dalam bid'ah hasanah atau perbuatan gres yang terpuji yang sesuai dengan cakupan sabda Rasulullah SAW:
“Siapa yang memperlihatkan pola perbuatan baik dalam Islam. maka ia akan mendapatkan pahala orang yang turut mengerjakannya dengan tidak mengurangi dari pahala mereka sedikit pun”. (HR Muslim)
Karena itu, apa yang dilakukan para sobat mempunyai landasan aturan dalam syariat. Di antara bid'ah terpuji itu adalah:
a.) Apa yang dilakukan oleh Sayyidina Umar bin Khattab dikala mengumpulkan semua umat Islam untuk mendirikan shalat tarawih berjama’ah. Tatkala Sayyidina Umar melihat orang-orang itu berkumpul untuk shalat tarawih berjama’ah, beliau berkata: "Sebaik-baik bid'ah yakni ini".
Ibnu Hajar al-Asqalani dalam “Fathul Bari” dikala menjelaskan pernyataan Sayyidina Umar bin Khattab "Sebaik-baik bid'ah yakni ini" mengatakan:
"Pada mulanya, bid'ah dipahami sebagai perbuatan yang tidak mempunyai pola sebelumnya. Dalam pengertian syar'i, bid'ah yakni lawan kata dari sunnah. Oleh sebab itu, bid'ah itu tercela. Padahal sebenarnya, kalau bid'ah itu sesuai dengan syariat, maka ia menjadi bid'ah yang terpuji. Sebaliknya, kalau bid’ah itu bertentangan dengan syariat, maka ia tercela. Sedangkan kalau tidak termasuk ke dalam itu semua, maka hukumnya yakni mubah: boleh-boleh saja dikerjakan. Singkat kata, aturan bid'ah terbagi sesuai dengan lima aturan yang terdapat dalam Islam".
b.) Pembukuan Al-Qur'an pada masa Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq atas ajakan Sayyidina Umar bin Khattab yang kisahnya sangat terkenal.
Dengan demikian, pendapat orang yang menyampaikan bahwa segala perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah yakni haram merupakan pendapat yang keliru. Karena di antara perbuatan-perbuatan tersebut ada yang buruk secara syariat dan dihukumi sebagai perbuatan yang diharamkan atau dibenci (makruh).
Ada juga yang baik berdasarkan agama dan hukumnya menjadi wajib atau sunnah. Jika bukan demikian, pasti apa yang telah dilakukan oleh Abu Bakar dan Umar sebagaimana yang telah dituliskan di atas merupakan perbuatan haram. Dengan demikian, kita sanggup mengetahui letak kesalahan pendapat tersebut.
c.) Sayyidina Utsman bin Affan menambah adzan untuk hari Jum’at menjadi dua kali. Imam Bukhari meriwatkan dongeng tersebut dalam kitab “Shahih Bukhari” bahwa penambahan adzan tersebut sebab umat Islam semakin banyak. Selain itu, Sayyidina Utsman juga memerintahkan untuk mengumandangkan iqamat di atas az-Zawra', yaitu sebuah bangunan yang berada di pasar Madinah.
Jika demikian, apakah sanggup dibenarkan kita menyampaikan bahwa Sayyidina Utsman bin Affan yang melaksanakan hal tersebut atas persetujuan seluruh sobat sebagai orang yang berbuat bid'ah dan sesat? Apakah para sobat yang menyetu¬juinya juga dianggap pelaku bid'ah dan sesat?
Di antara pola bid'ah terpuji yakni mendirikan shalat tahajud berjama’ah pada setiap malam selama bulan Ramadhan di Mekkah dan Madinah, mengkhatamkan Al-Qur'an dalam shalat tarawih dan lain-lain. Semua perbuatan itu sanggup dianalogikan dengan peringatan maulid Nabi Muhammad SAW dengan syarat semua perbuatan itu tidak diboncengi perbuatan-perbuatan yang diharamkan atau pun dihentikan oleh agama. Sebaliknya, perbuatan itu harus mengandung perkara-perkara baik menyerupai mengingat Allah dan hal-hal mubah.
Jika kita mendapatkan pendapat orang-orang yang menganggap semua bid'ah yakni sesat, seharusnya kita juga konsekuen dengan tidak mendapatkan pembukuan Al-Qur'an dalam satu mushaf, tidak melaksanakan shalat tarawih berjama’ah dan mengharamkan adzan dua kali pada hari Jumat serta menganggap semua sobat tersebut sebagai orang-orang yang berbuat bid'ah dan sesat.
Oleh : Dr. Oemar Abdallah Kemel (Ulama Mesir kelahiran Makkah al-Mukarromah. Dari karyanya yang berjudul "Kalimatun Hadi’ah fil Bid’ah")
Sumber: Situs PBNU
Comments
Post a Comment