Rahasia Keberhasilan Dakwah Walisongo Di Indonesia
Kunci Keberhasilan Dakwah Wali 10 Menurut Syekh Abul Fadhol Senori Tuban
Syekh Abul Fadhol Senori Tuban, salah seorang ulama yang sangat dihormati di zamannya, guru para kiai besar di Nusantara, pernah menulis perihal hikayat wali 10 (Walisongo dan Syekh Siti Jenar) berjudul “Ahla Musamarah fi Hikayat Auliya' Asyrah”. Dalam kitab tersebut, Syekh Abul Fadhol menyoroti bahwa faktor utama keberhasilan dakwah wali 10 dalam mengislamkan masyarakat Nusantara yang kala itu secara umum dikuasai beragama Hindu/Budha ialah karena: (1) Mereka berdakwah dengan etika mulia yang penuh akan akal (hikmah), (2) Mereka memakai tutur kata yang baik nan indah (mau’idzah hasanah), (3) Mereka berkenan untuk berdialog dengan penuh kesantunan (mujadalah bil-lati hiya ahsan).
Adapun langkah-langkah riil Wali 10 dalam membuatkan Islam di bumi Nusantara ialah sebagai berikut:
1.) Dakwah Melalui Pendidikan
Dakwah melalui pendidikan dilakukan para wali 10 untuk membuatkan fatwa agama Islam, dengan cara mendirikan pesantren, mengadakan pengajian dan ceramah keagamaan dan lain sebagainya. Dakwah pendidikan Islam yang dijalankan oleh para wali 10 didasarkan kepada tiga pokok agama Islam, yaitu: Syari’at, Thariqat, dan Hakekat, sebagaimana yang telah dicontohkan antara lain oleh Maulana Malik Ibrahim, Raden Rahmat atau Sunan Ampel, Maulana Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati dan lain sebagainya.
2.) Dakwah Melalui Kaderisasi
Dakwah melalui kaderisasi dilakukan oleh para wali 10 dengan tujuan untuk menghasilkan generasi penerus yang konsisten menjalankan syariat, riyadhah, dan menjauhi segala kemungkaran, sehingga mereka bisa menjadi pemimpin umat yang mengayomi sekaligus disegani oleh masyarakatnya. Dengan begitu, mereka akan bisa mengajak masyarakatnya untuk memeluk agama Islam. Dakwah Islam Nusantara melalui kaderisasi ini dilakukan oleh para wali 10 dan ulama setelahnya, sebagaimana yang dilakukan oleh Sunan Ampel dan Pamannya yakni Maulana Ishaq dalam mendidik serta mengkader bawah umur dan murid-muridnya biar bisa menjadi pemimpin umat.
3.) Dakwah Melalui Kesantunan Bersikap dan Bertutur Kata
Melalui kesantunan perilaku dan tutur kata, para wali 10 hendak mengenalkan kepada masyarakat bahwa agama Islam ialah agama yang ramah dan santun. Oleh alasannya ialah masyarakat Nusantara berikut nenek moyangnya mempunyai tabiat dasar ramah dan santun, maka fatwa Islam yang dibawa oleh wali 10 tersebut secara cepat diterima oleh masyarakat. Dengan kesantunan dalam berdakwah, masyarakat sepenuh hati menyatakan Islam kepada para walisongo tanpa ada paksaan apalagi kekerasan.
4.) Dakwah Melalui Jaringan
Dalam berdakwah, wali 10 membangun jejaring dakwah yang kokoh, sistematis, dan terorganisir. Jaringan kiai-santri terbangun sedemikian kuat, sehingga dikala ada sebuah fatwa mengenai sebuah duduk kasus yang dikeluarkan oleh para wali, maka para santri-santrinya yang tersebar di seantero Nusantara akan sigap dan tanggap dalam mematuhi fatwa kiai-kiainya. Jejaring dakwah kiai-santri yang dibangun oleh para wali berabad-abad kemudian ini begitu kokoh, dan sampai kini keberadaannya masih bisa dirasakan dan masih setia dalam mengawal peradaban Islam Nusantara dan menjaga Kesatuan Negara Republik Indonesia.
5.) Dakwah Melalui Budaya
Dakwah melalui budaya merupakan salah satu langkah dakwah wali 10 yang berhasil mengajak masyarakat Nusantara berbondong-bondong memeluk Islam. Penggunaan wayang dan sastra Jawa sebagai sarana dakwah, pembangunan masjid sesuai dengan arsitektur bangunan Nusantara, dan penerimaan terhadap budaya lokal lain yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam merupakan pola daripada bentuk dakwah riil para wali melalui budaya.
6.) Dakwah Melalui Politik
Tujuan daripada langkah dakwah wali 10 melalui politik ialah untuk menjunjung tinggi kalimat Allah (I’la Kalimatillah) dan mensyiarkan fatwa agama Islam. Para wali dan para ulama Nusantara terdahulu faham betul bahwa politik dan kekuasaan sangat besar lengan berkuasa terhadap agama rakyat kecil, sehingga dikala seorang raja memeluk agama Islam, maka besar kemungkinan rakyatnya dengan gampang akan mengikutinya. Oleh karenanya, pemimpin ideal bagi umat Islam, selain harus mempunyai ilmu para ulama (Ilmu al-‘Ulama) dan akal para bijak bestari (Hikmat al-Hukama’), juga harus memahami dunia perpolitikan kerajaan beserta tipu muslihatnya (Siyasat al-Muluk) biar mereka tidak gampang ditipu oleh musuh-musuhnya.
Kepada Wali Songo, Syekh Siti Jenar, dan Syekh Abul Fadhol, mari kita hadiahkan surah Al-Fatihah... Lahumul Fatihah..
Sumber: Kitab “Ahla Musamarah fi Hikayat Auliya' 'Asyrah” karya Syekh Abul Fadhol, Senori Tuban
Comments
Post a Comment