Kisah Pengusaha Kaya Yang Taat Agama

Menimbun barang dagangan khususnya materi kebutuhan pokok keseharian dengan maksud biar menerima keuntungan besar, sementara komoditas tersebut sangat diperlukan masyarakat hingga mengakibatkan kelangkaan barang dan harganya meroket tinggi, termasuk tindakan jelek dan tercela (zalim). Dalam istilah muamalah perbuatan begitu disebut "ihtikaar".

Sudah menjadi aturan ekonomi bahwa tingginya undangan suatu barang tertentu di pasar akan menciptakan harganya menjadi kian mahal dari harga semestinya. Ketika sebuah komoditas lebih-lebih komoditas itu merupakan kebutuhan pokok masyarakat dalam keseharian harganya jauh melambung dari harga normalnya sudah niscaya hal itu akan memberatkan masyarakat (konsumen).

Atas dasar memberatkan masyarakat secara umum ini, maka banyak Hadis Nabi maupun pernyataan ulama yang mengecam perbuatan menimbun barang dalam kondisi demikian. Oleh alasannya yaitu itu tak heran bagi para pedagang yang kesepakatan keagamaannya besar lengan berkuasa akan berusaha menghindari sikap ini, di antaranya ibarat kisah pedagang yang dikemukakan oleh Imam Al-Ghazali dalam “Ihya Ulumuddin” jilid II di bawah ini:

Bersumber dari beberapa orang dahulu (salaf) diceritakan, di sebuah kawasan berjulukan "Washith" ada seorang saudagar yang dalam menjalankan bisnisnya senantiasa berpedoman pada ketentuan agama. Waktu itu saudagar ini tengah menyiapkan barang dagangannya berupa gandum dalam sebuah kapal. Gandum satu kapal itu akan dikirimkan ke kota Bashrah. Ia kemudian mengirim surat kepada wakilnya yang diserahi kiprah pengiriman ini.

"Juallah materi masakan ini pada hari di mana barang tersebut hingga di tujuan. Dan jangan ditunda hingga hari besok-besoknya,” demikian isi surat itu.

Tapi bersamaan waktu tibanya kapal pengangkut gandum tersebut, kebetulan harga gandum di Bashrah sedang turun. Beberapa pedagang kemudian meyarankan pada si wakilnya saudagar ini supaya barang dagangan ditahan dahulu hingga beberapa hari ke depan supaya menerima untung besar.

"Apabila Anda menahan hingga Jum’at, maka akan menerima keuntungan dari penjualan masakan ini berlipat-lipat,” begitu bujuk para pedagang lain.

Si wakil ini pun alhasil mendapatkan saran itu dan menunda penjualan materi makanannya yang tolong-menolong telah tiba. Dan ternyata memang benar, hasil penjualannya alhasil meraup keuntungan lebih besar.



Peristiwa keuntungan yang berlipat ganda tersebut oleh si wakil ini kemudian diberitahukan kepada saudagar pemilik gandum yang diwakilinya. Tapi rupanya si saudagar tidak bergembira dengan isu itu. Kemudian mengirim surat jawaban kepada si wakilnya itu.

"Sesungguhnya saya sudah sanggup mendapatkan (merasa cukup) dengan keuntungan yang sedikit tapi agamaku terpelihara. Kamu telah berbuat menyimpang dengan menunda penjualan. Saya tidak bahagia dengan untung berlipat namun menanggalkan pranata agama. Oleh alasannya yaitu itu, begitu surat ini hingga padamu maka ambillah semua harta keuntungan itu dan sedekahkan harta itu kepada orang-orang fakir di kota Bashrah. Mudah-mudahan hal demikian sanggup menyelamatkan saya dari dosa menimbun barang kebutuhan pokok,” tulis si saudagar pemilik dagangan


Sumber: Situs PBNU

Comments

Popular posts from this blog

Kisah Mimpinya Kh. Manshur Maskan Bertemu Rasulullah Saw

Kisah Lelaki Penakluk Panasnya Api Dunia

Ketika Buya Hamka Dituduh Plagiat