Kisah Lelaki Penakluk Panasnya Api Dunia

Dikisahkan, ada seorang bakir besi yang mempunyai keajaiban luar biasa. Kalau ia memanggang besi di dalam bara api, tangannya tidak kepanasan sekalipun dikala mengambilnya memakai tangannya secara telanjang (tanpa penutup). Ketika itu, ada seorang yang tergerak hatinya bermaksud menyaksikan keajaiban itu. Apakah benar ataukah sekedar gosip bohong. Hingga suatu hari orang tersebut tiba ke rumah si bakir besi. Ia bertanya ihwal gosip itu. Setelah melihat sendiri, ia memandangi dengan penuh kekaguman. Setelah bakir besi itu menuntaskan pekerjaannya, lelaki tadi memberi salam. Pandai besi pun menjawab salam si lelaki. Lalu kata lelaki itu: “Malam ini saya ingin menjadi tamumu, kau tidak keberatan bukan?”

Si bakir besi menjawab: “Dengan bahagia hati saya mendapatkan kehadiranmu”. Lelaki tadi diajak masuk ke rumah. Hingga sesudah makan malam tiba, ia disuguhi makan malam. Selesai makan sampai menjelang tidur lelaki itu tidak menjumpai suatu kelebihan apapun yang dilakukan oleh si bakir besi. Ibadah wajibnya hanya menyerupai itu. Ia tidur malah sampai Subuh. Dalam hati ia berkata: “Barangkali malam ini ia sengaja merahasiakan ibadahnya”. Lelaki tadi meminta izin lagi semoga diperbolehkan bermalam untuk yang kedua kalinya. Ia mencoba memperhatikan amaliyah si bakir besi. Ternyata tidak ada kelebihan apapun dalam menjalankan kewajiban dan kesunahan beribadah.



Akhirnya, lelaki itu berkata: “Sudah seringkali saya mendengar, betapa besar Allah memuliakan dirimu. Kebetulan saya sendiri juga menyaksikan kekeramatanmu itu. Tetapi sesudah saya perhatikan secara lahiriyah, ternyata tidak ada kelebihan yang saya jumpai dalam ibadah fardu ataupun sunnahmu. Kalau begitu dari manakah tingkatan itu kau peroleh?”. Si bakir besi itu menjawab: “Saudaraku, gotong royong saya mempunyai kisah yang sangat menarik. Ceritanya begini, saya bertetangga dengan seorang wanita yang sangat bagus sekali. Aku cinta sekali padanya. Setiap dikala saya menarik hati dan merayunya supaya mau memenuhi keinginanku. Namun, sejauh itu saya tidak sanggup menundukkan dirinya. Rupanya, ia wanita mahir wara’ yang sangat bagus segalanya.

Bulan demi bulan terus bergulir, sampai tibalah masa paceklik, masakan sulit diperoleh. Kelaparan merata dimana-mana. Suatu hari ketika saya sedang menikmati udara di rumah, tiba-tiba pintu rumahku diketuk oleh seseorang. Aku keluar utuk melihat siapa yang datang. Ternyata wanita yang bagus itu yang datang. Ia berdiri di depan pintu, katanya: “Tuan, saya ini sedang kelaparan, Apa ada masakan yang bisa tuan berikan kepadaku?”. Aku menjawab: “Apakah engkau tidak merasa, bahwa saya sangat mencintaimu?. Aku tidak akan memberi masakan kecuali engkau bersedia menyerahkan dirimu padaku”.

Ia berkata: “Sesungguhnya saya takut menghadapi ancaman dalam kematian. Aku telah berjanji untuk tidak bermaksiat kepada Allah”. Lalu ia kembali. Dua hari kemudian, ia tiba lagi. Ia meminta masakan menyerupai yang dikatakan tempo hari. Aku juga memberi tanggapan menyerupai jawabanku yang kemarin. Saat itu tubuhnya kelihatan sangat kusut dan rusak. Ia masuk dan duduk di dalam rumah. Aku menyodorkan masakan di depannya. Tiba-tiba air mata wanita bagus itu terus mengalir deras seraya berkata: “Apakah masakan ini kau berikan semata hanya alasannya yaitu Allah?”. Aku menjawab: “Aku berikan masakan itu semoga kau bersedia menyerahkan dirimu kepadaku”. Ia bangun dan meninggalkan masakan itu tanpa menjamahnya sedikitpun. Ia terus melangkah keluar rumah menuju rumahnya sendiri, yang berada tak jauh dari rumahku.

Dua hari kemudian, ia tiba lagi. Ia mengetuk pintu sambil berdiri di depan pintu, Kulihat tubuhnya semakin kurus kering. Suaranya terbata-bata. Punggungnya membungkuk alasannya yaitu menahan lapar. Ia berkata: “Tuan, saya telah merasa kesulitan untuk mencari makanan, dan saya tak sanggup lagi untuk berjalan jauh untuk mencari masakan kecuali kepada tuan. Apakah tuan punya masakan yang bisa diberikan kepadaku tulus alasannya yaitu Allah?”

“Ya tentu ada, kalau kau bersedia menyerahkan dirimu kepadaku”, jawabku. Ia lalu menundukkan wajah beberapa saat, ia masuk dan duduk di dalam. Saat itu saya benar-benar tidak mempunyai masakan yang sanggup kuberikan untuknya. Maka saya segera menghidupkan api untuk memasak masakan untuknya.

Setelah masak dan masakan kuletakkan di depannya, tiba-tiba saya tersadar memperoleh petunjuk Allah. Dalam hati, saya berkata: “Hai rusak amat diriku ini, gotong royong wanita ini termasuk orang yang diberi logika sedikit dan begitu pula ketaatannya pada agamanya. Ia tidak bisa mencari masakan dan sudah berulang kali mencicipi betapa pedihnya kelaparan. Tetapi kau tidak mau menahan kemaksiatan, padahal ia sanggup mencegah kemaksiatan tanpa mau menyentuh makanan, kalau diberikan dengan syarat”. Kemudian saya berdoa kepada Allah: “Ya Allah, gotong royong saya kini bertaubat kepada-Mu atas segala perbuatanku. Aku berjanji tidak akan menarik hati wanita itu lagi untuk bermaksiat”. Aku dekati beliau yang masih terpaku di depan makanan. Aku berkata: “Sekarang makanlah, kau tidak perlu khawatir bahwa saya akan meminta persyaratan itu. Kuberikan itu hanya alasannya yaitu Allah”.

Begitu mendengar ucapanku itu, ia mengangkat wajahnya ke langit seraya berucap: “Ya Allah, kalau ucapannya itu benar, hindarkanlah dirinya dari api dunia dan api akhirat”. Lalu wanita bagus itu kubiarkan menyantap makanan. Aku sendiri berkemas dari hadapannya untuk memadamkan api. Tanpa sengaja sebuah bara api jatuh mengenai kakiku. Ternyata kakiku tidak melepuh. Aku kembali lagi menjumpainya dengan penuh kegembiraan. Aku berkata: “Bergembiralah kamu, gotong royong Allah telah mengabulkan doamu”.

Lalu ia membuang sesuap masakan yang masih ada di tangannya. Ia bersujud syukur seraya berucap : “Ya Allah, gotong royong Engkau telah memperlihatkan kepadaku apa yang kuhendaki terhadap lelaki ini. Maka, cabutlah nyawaku kini juga”. Selesai berucap begitu, wanita bagus itu meninggal dalam keadaan masih bersujud. Demikianlah ceritaku, saudaraku”.


Sumber: Kitab Uqudu Lujain

Comments

Popular posts from this blog

Kisah Mimpinya Kh. Manshur Maskan Bertemu Rasulullah Saw

Ketika Buya Hamka Dituduh Plagiat