Kisah Ketawadhu’An Dua Wali Allah
Suatu hari, ada sebuah halaqoh/pertemuan yang mengundang kiai-kiai besar di Pasuruan, Jawa Timur. Termasuk yang hadir dalam pertemuan itu ialah KH. Mukhtar Syafa’at Abdul Ghofur Blokagung, Banyuwangi dan KH. Abdul Hamid, Pasuruan.
Di daerah halaqoh tersebut, sesudah banyak orang yang tiba dan berkumpul, tibalah sosok kiai karismatik dari Pasuruan yang karib dipanggil Kiai Hamid itu, pribadi disambut dengan hormat oleh tuan rumah. Selang beberapa dikala kemudian sesudah Kiai Hamid menunggu di dalam, Barulah menyusul sosok Kiai Blokagung yang oleh masyarakat dan santrinya karib dipanggil “Mbah Yai”, yakni KH. Muktar Syafa’at Abdul Ghofur.
Kedatangan Mbah Yai disambut sama dengan tamu-tamu yang lain. Namun, ada satu tindakan yang tidak sama dilakukan oleh tamu-tamu yang lainnya, dikala Mbah Yai ingin masuk dalam halaqoh tersebut, pandangannya tertuju pada sepasang sandal yang berada di antara ratusan sandal-sandal. Sepasang sandal itu terlihat menghadap lurus dengan daerah halaqoh yang berada di dalam. Mbah Yai tiba-tiba pribadi mengambil sepasang sandal itu dan kemudian membaliknya dengan tujuan supaya orang yang punya sandal tersebut sanggup dengan gampang menggunakannya dikala keluar. Dan Masya Allah, dari puluhan bahkan mungkin ratusan sandal yang ada disitu, ternyata yang diambil oleh Mbah Yai ialah sandal milik KH. Abdul Hamid Pasuruan.
Kok mbah yai sanggup tahu! Padahal Mbah Yai tiba sudah terlambat. Dan sandalnya Kiai Hamid sudah sangat sulit untuk ditentukan alasannya sudah bercampur dengan ratusan sandal yang lainnya. Secara nalar mustahil sanggup tahu ini sandal siapa. Kecuali mereka yang setiap hari bertemu pribadi dan paham dengan sandal Kiai Hamid. Dan lagi Mbah Yai datangnya juga terlambat.
Inilah kehebatan Mbah Yai, la ya’riful wali illal wali, tidak ada seseorang yang tahu kewalian seseorang, kecuali seorang wali.
Namun belum di sini insiden tidak masuk kebijaksanaan itu terhenti. Tapi, disinilah insiden yang lebih menakjubkan lagi yang sangat tidak masuk akal. Saat kedua sandal Kiai Hamid selesai diputar berbalik arah oleh Mbah Yai, tiba-tiba sepasang sandal itu bergerak memutar kembali dengan sendirinya ke arah semula. Masya Allah. Melihat insiden itu, Mbah Yai dengan cepat memutar sepasang sandal Kiai Hamid ke arah berlawanan dengan membaliknya kembali dengan tujuan yang sama. Namun, insiden serupa terjadi lagi, yakni sandal Kiai Hamid yang sudah dibalik oleh Mbah Yai kembali berputar ibarat semula. Dan hal itu terulang hingga 3 kali. Terakhir, dikala Mbah Yai ingin membalik untuk yang keempat kalinya, tiba-tiba keluar dengan bergegas dari dalam majlis sosok berwibawa yang kini dikenal waliyullah yakni KH. Abdul Hamid Pasuruan. Tidak ada yang memberitahu apa yang dilakukan Mbah Yai di luar dikala itu kepada Kiai Hamid, alasannya dia sudah ada di dalam bersama para tamu yang lain. Tapi, Kiai Hamid tiba-tiba tiba dan pribadi mencegah Mbah Yai yang ingin membalikkan sandalnya seraya memegangi kedua bahu Mbah Yai dan memeluknya sambil berkata “Ampun ngoten kyai, ampun ngoten kiai” (jangan begitu kiai, jangan begitu). Seakan Kiai Hamid merasa aib mendapatkan perlakuan Mbah Yai kepadanya. Dan selanjutnya Kiai Hamid sendirilah yang mengantarkan Mbah Yai masuk ke dalam majlis itu.
Subhanallah. Inilah uswatun hasanah keta’dziman dan ketawadhu’an Mbah Yai kepada sosok alim yang dikenal waliyullah itu, yakni KH. Abdul Hamid Pasuruan. Dengan kewalian dan segudang ilmunya, Mbah Yai masih tetap mengutamakan akhlaq kepada orang alim. Namun di sisi lain, dikala melihat insiden sandal yang tiba-tiba bergerak berbalik ibarat semula, seakan sosok Kiai Hamid pun tidak merasa pantas untuk diperlakukan ibarat itu oleh sosok kiai dari Banyuwangi yang kini dikenal dengan laqob Imam Ghozalinya Tanah Jawa, itu. Terbukti dikala Mbah Yai ingin membalikkan sandal Kiai Hamid untuk yang ke-4 kalinya, dengan bergegas Kiai Hamid mencegah sendiri Mbah Yai dengan memegang pundaknya dan merangkulnya sambil berucap “ampun ngoten kiai…ampun ngoten kiai (jangan begitu kiai, jangan begitu kiai)” hingga dua kali, kemudian mengantarkannya masuk ke dalam halaqoh tersebut.
Masya Allah, indah sekali insiden itu. Mudah-mudahan kita semua selalu mendapatkan limpahan berkah dari kedua waliyyullah tersebut, KH. Abdul Hamid Pasuruan dan KH. Mukhtar Syafa’at Abdul Ghofur Banyuwangi.
Sumber: Blokagung.net
Comments
Post a Comment