Kisah Keluarnya Bubuk Hasan Al-Asy’Ari Dari Mu’Tazilah
Abu Hasan Al-Asy’ari lahir pada tahun 873 M. Beliau dilahirkan di Yaman. Yakni sebuah negara yang tergolong maju dibanding dengan negara-negara lain di Timur Tengah pada waktu itu. Nama lengkap Abu Hasan Al-Asy’ari yakni Abu Al-Hasan bin Ismail bin Abi Bisyr Ishaq bin Ismail bin Abdullah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah Amir bin Abu Musa Abdullah bin Qais Al-Asy’ari. Kata Asy’ar diambil dari suku Qathan yang ada di Yaman. Kelebihan bangsa Yaman dari bangsa-bangsa lain pada ketika itu yakni abjad dan kultur penduduknya. Yakni gampang mematuhi dan mendapatkan kebenaran, intens dalam ilmu pengetahuan (sains) serta selalu berbaik sangka (husnudhan) berhadapan dengan keadaan yang menimpanya. Beliau wafat pada tahun 947 M/ 44 H.
Dari perjalanan spiritualnya, Abu Hasan Al-Asy’ari pernah bergabung dengan aliran Mu’tazilah hingga umur 40 tahun. Setelah sekian usang menjadi tokoh Mu’tazilah, Abu Hasan Al-Asy’ari sering menerima kepercayaan dari gurunya untuk menghadiri banyak sekali lembaga debat ilmiah yang diadakan oleh pemerintah ketika itu. Namun, semua tidak memberi kenyamanan hati dan ketentraman pikir dan Abu Hasan Al-Asy’ari pun keluar dari aliran Mu’tazilah dan kembali ke paham Ahlussunah Wal Jama’ah.
Berita bergabungnya Abu Hasan Al-Asy’ari ke paham Ahlussunah Wal Jama’ah memberi tanda tanya besar bagi masyarakat Yaman pada ketika itu. Menurut data sejarah yang disampaikan oleh para ulama, menyerupai Al-Hafizh Ibn ‘Asakir Ad-Dimasyqi, Syamsudin Ibn Khalikan, dan Imam Tajuddin As-Subki bahwa keluarnya Abu Hasan Al-Asy’ari dari aliran Mu’tazilah mengandung dua alasan berpengaruh yang melatarbelakanginya:
Pertama, ketidakpuasan Abu Hasan Al-Asy’ari terhadap ideologi aliran Mu’tazilah yakni yang selalu mendahulukan nalar (aqli) dari dalil naqli (Al-Qur’an dan Hadits) disaat hendak menuntaskan masalah-masalah yang bekerjasama dengan teologi atau sesuatu yang gaib. Dan itu selalu berakhir dengan jalan buntu. Belum lagi disaat diskusi ilmiah, banyak argumentasi yang dicounter oleh lawan diskusi.
Tanda-tanda ketidakpuasan Abu Hasan Al-Asy’ari terhadap Mu’tazilah sudah terlihat dari sikapnya, yakni tidak keluar dari rumah selama 15 hari. Di hari ke-16, yakni tepatnya hari Jum’at dia pergi ke masjid dan berdiri di mimbar untuk berpidato. Dalam pidatonya dia menyampaikan sebagai berikut:
“Saudara-saudaraku! Sebenarnya saya telah menghilang dari kalian selama 15 hari yakni untuk meneliti sekaligus menelaah dalil-dalil semua fatwa yang ada dan yang selama ini kita jadikan pedoman dalam berperilaku. Namun sayang, saya tidak menemukan jalan keluar yang memuaskan. Lalu akupun memohon petunjuk kepada Allah SWT. Dan alhamdulillah, Allah memberi petunjuk kepadaku. Dan mulai ketika ini saya cabut semua fatwa selama ini yang saya yakini (Mu’tazilah).”
Dalam diskusi ilmiah perihal teologi yang diselenggarakaan oleh pemerintah ketika itu Abu Ali Al-Jubbai (guru Abu Hasan Al-Asy’ari) sudah sanggup membaca sikap atau sikap Abu Hasan Al-Asy’ari yang tidak puas terhadap argumen yang diungkapkan gurunya.
Berikut ini petikan diskusinya:
Abu Hasan Al-Asy’ari: “Bagaimana pendapatmu perihal nasib tiga orang yang meninggal dunia, yakni satu orang mukmin, satu orang kafir, dan satu lagi anak kecil?”
Abu Ali Jubba’i: “Orang mukmin akan memperoleh derajat yang tinggi, orang kafir akan celaka sedangkan si anak kecil akan selamat !”
Abu Hasan Al-Asy’ari: “Mungkinkah si anak kecil tersebut minta derajat yang tinggi kepada Allah SWT?”
Abu Ali Jubba’i: “Oh, tidak mungkin, alasannya Allah akan berkata kepada anak itu, ‘Orang mukmin itu memperoleh derajat yang tinggi amalnya, sedangkan kau belum beramal. Makara kau tidak sanggup memperoleh derajat itu’.”
Abu Hasan Al-Asy’ari: “Bagaimana jikalau anak kecil itu menggugat Allah dengan berkata, ‘Tuhan, demikian itu bukan salahku. Andaikan Engkau memberiku umur panjang, tentu saya akan berinfak menyerupai orang mukmin itu!’.”
Abu Ali Jubba’i: “Oh tidak bisa, Allah akan menjawab, ‘Oh bukan begitu, justru Aku mengetahui bila Aku beri umur panjang, maka kau akan durhaka, sehingga nantinya kau akan disiksa. Oleh alasannya itu, demi menjaga masa depanmu, Aku matikan engkau sebelum menginjak usia taklif’’.”
Abu Hasan Al-Asy’ari: “Bagaimana seandainya orang kafir itu juga menggugat kepada Allah dan berkata, ‘Tuhan, Engkau telah mengetahui masa depanku, juga masa depan si anak kecil itu. Tetapi mengapa Engkau tidak memperhatikan masa depanku, sebagaimana nasib si orang mukmin atau si anak kecil itu. Bahkan Engkau biarkan saya hidup menjadi kafir menyerupai kini ini’.”
Mendengar pertanyaan tersebut, Abu Ali Jubba’i buntu untuk menjawabnya.
Kedua, Abu Hasan Al-Asy’ari bertemu dengan Nabi Muhammad SAW. Pada permulaan bulan Ramadhan, Abu Hasan Al-Asy’ari tidur dan bermimpi bertemu Nabi Muhammad SAW. Beliau berkata, “Wahai Al-Asy’ari, tolonglah pendapat-pendapat yang diriwayatkan diriku, alasannya itu benar.” Setelah terbangun, Abu Hasan Al-Asy’ari mencicipi bahwa pesan dalam mimpi itu sangat berat. Di pertengahan bulan Ramadhan, Abu Hasan Al-Asy’ari bermimpi lagi bertemu Nabi Muhammad SAW dan dia berkata “Apakah sudah melaksanakan perintahku dulu?” Abu Hasan Al-Asy’ari pun menjawab, “Aku telah menawarkan pengertian yang benar terhadap pendapat-pendapat yang diriwayatkan dirimu”. Nabi SAW pun berkata, “Tolonglah, pendapat-pendapat yang diriwayatkan dariku, alasannya itu benar!”.
Abu Hasan Al-Asy’ari masih terasa berat untuk mengikuti serta menindaklanjuti mimpinya. Sehingga Abu Hasan Al-Asy’ari berkesimpulan untuk meninggalkan ilmu kalam dan berkonsentrasi kepada hadits dan Al-Qur’an. Di malam ke-27 Ramadhan, Abu Hasan Al-Asy’ari terjangkit hawa kantuk yang luar biasa. Dia pun tertidur dan bermimpi. Di mimpinya yang ketiga, Abu Hasan Al-Asy’ari bertemu dengan Nabi Muhammad SAW yang ketiga kalinya. Dia pun berkata “Apakah kau sudah melaksanakan perintahku dulu!.” Abu Hasan Al-Asy’ari pun menjawabnya, “Aku telah meninggalkan ilmu kalam, dan saya berkosentrasi kepada Al-Qur’an dan Hadits.
Nabi Muhammad SAW berkata, “Aku tidak menyuruhmu untuk meninggalkan ilmu kalam. Tetapi saya hanya memerintahmu untuk menolong pendapat-pendapat yang diriwayatkan dariku, alasannya itu yang benar”. Abu Hasan Al-Asy’ari pun menjawabnya, “Wahai Rasulullah, bagaimana saya meninggalkan mazhab yang telah saya ketahui masalah-masalah dan dalil-dalilnya semenjak tiga puluh tahun yang kemudian hanya alasannya mimpi?”. Nabi Muhammad SAW berkata, “Andaikan saya tahu bahwa Allah SWT akan menolongmu dengan pertolongan-Nya. “
Setelah berdiri dari tidur , Abu Hasan Al-Asy’ari berkata, “Selain kebenaran niscaya hanya dengan ru’yah, syafaat dan lain-lain”. Anehnya sesudah insiden itu, banyak orang yang mengkaji persoalan itu.
Sumber: Situs PCNU Kendal
Comments
Post a Comment