Cara Membentuk Keluarga Islami
Jenis-Jenis Rumah Tangga
Pada tadzkirah pekan kemudian telah disampaikan pengantar mengenai pernikahan ditinjau oleh sudut pandang Islam. Sebelum kita meminta "mediator" untuk mencarikan pasangan hidup kita, cobalah kita renungkan pertanyaan berikut: Rumah tangga macam apa yang akan kita bangun? Di bawah ini ada beberapa referensi rumah tangga yang ada di sekitar kita (bisa ditambahkan lagi dan silakan dipilih mana yang cocok) :
1.) Rumah Tangga Bisnis
Pada awal dibinanya rumah tangga ini telah dihitung-hitung berapa laba bahan yang akan diperoleh, kalau saya menikah dengan si fulan, berapa tabunganku akan bertambah ketika menikah dan sesudah menikah. Apa pasanganku nanti sanggup menambah hartaku atau malah akan mengurangi. Dan kalau kami nanti punya anak, berapa anak yang kira-kira sanggup menguntungkan perjuangan yang kami jalankan ketika ini dan seterusnya. Rumah tangga menyerupai ini banyak sekali ditemukan di negara Barat yang hanya berfikir pada materi. Allah telah berfirman:
"Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) belum dewasa kau yang mendekatkan kau kepada Kami sedikitpun; tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shalih, merekalah itu yang memperoleh akhir yang berlipatganda disebabkan apa yang telah mereka kerjakan; dan mereka kondusif sentosa di tempat-tempat yang tinggi (dalam surga)." (QS. Saba’: 37)
2.) Rumah Tangga Ala Militer
Yang terdengar dari rumah tangga ini hanya perintah-perintah atau komando-komando layaknya jenderal kepada kopralnya. Bila si kopral tidak melaksanakan atau lalai menjalankan tugas, maka konsekuensinya ialah hukuman, baik berupa umpatan atau bahkan pukulan. Di sini tidak ada suasana dialogis yang mesra, anggota keluarga yang berperan sebagai kopral, selalu merasa tertekan dan takut kalau ada sang jenderal di rumah, dan selalu berdoa dan berharap biar sang jenderal segera berlalu keluar rumah.
3.) Rumah Tangga "Arena Tinju"
Bila suami dan istri merasa mempunyai derajat, kekuatan dan posisi yang setara serta pendapatnyalah yang benar dan harus terlaksana. Bila ada perbedaan dan salah paham sedikit saja, maka digelarlah "pertandingan" yang sanggup berupa, baku cekcok, baku hantam atau baku UFO (piring terbang). Masing-masing berusaha menciptakan KO lawannya dengan aneka macam taktik. Tidak ada kata tenang sebelum salah satunya menyerah.
4.) Rumah Tangga Islami
Didalamnya ditegakkan adab-adab Islam, baik individu maupun seluruh anggota. Mereka berkumpul dan menyayangi lantaran Allah, saling menasehati ke jalan yang ma’ruf dan mencegah dari kemungkaran. Setiap anggota betah tinggal di dalamnya lantaran kesegaran kepercayaan dan kekayaan rohani. Rumah tangga yang menjadi panutan dan dambaan umat yang di dalamnya selalu ditemukan suasana sakinah, mawaddah dan rahmah. Merupakan nirwana dunia, menyerupai yang sering kita dengar, Rasul pernah bersabda: “Rumahku ialah surgaku”. Rumah yang dimaksud disini tentunya bukan bangunan fisiknya yang kolam istana dengan taman yang luas dan kolam renangnya, tapi rumah disini ialah rumah tangga "ruh" dari rumah tersebut.
Ciri-Ciri Rumah Tangga Islami
a.) Didirikan atas Dasar Ibadah
Rumah tangga didirikan dalam rangka ibadah kepada Allah, dari proses pemilihan jodoh, pernikahan (akad nikah, walimah) hingga membina rumah tangga jauh dari unsur kemaksiatan atau yang tidak Islami. Sebagaimana kiprah kita di muka bumi ini yang hanya untuk mengabdi/beribadah kepada Allah, maka pernikahan ini pun harus diniatkan dalam rangka itu. Beberapa referensi yang tidak Islami, yaitu; pemilihan jodoh tidak menurut agamanya tetapi lebih lantaran nafsu duniawi.
b.) Terjadi Internalisasi Nilai Islam secara Kaffah (Menyeluruh)
Dalam rumah tangga Islami, segala adab-adab Islam dipelajari dan dipraktekan sebagai filter bagi penyakit moral di abad globalisasi ini. Suami bertanggung jawab terhadap perkembangan pengetahuan keislaman dari istri, dan bahu-membahu menyusun aktivitas bagi pendidikan anak-anaknya. Saling tolong-menolong dan saling mengingatkan untuk meningkatkan kepahaman dan praktek ibadah. Oleh alasannya itu, suami dan istri seharusnya mempunyai pengetahuan yang cukup memadai perihal Islam.
c.) Terdapat Keteladanan Suami atau Istri yang Dapat Dicontoh oleh Anak-anak
Setiap hendak keluar atau masuk rumah, anggota keluarga membiasakan mengucapkan salam dan mencium tangan, merupakan referensi yang akan membekas pada belum dewasa sehingga mereka tidak canggung mengucapkan salam ketika telah dewasa. Bagaimana mungkin anak akan menegakkan shalat di awal waktu, sementara orang tuanya asyik melihat TV pada ketika azan berkumandang (ini referensi yang buruk).
Keluarga Islami merupakan referensi teladan di lingkungannya, selalu nilai-nilai aktual saja yang terlontar dari para tetangganya kalau membicarakan rumah tangga ini. Hal ini sanggup terjadi kalau adanya contoh-contoh yang Islami dilakukan serta silaturahmi ke tetangga yang intensif.
d.) Adanya Pembagian Tugas yang Sesuai dengan Syariat
Islam menawarkan hak dan kewajiban masing-masing bagi anggota keluarga secara sempurna dan manusiawi. Seperti yang tercantumkan dalam firman Allah:
"Dan janganlah kau iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kau lebih banyak dari sebagian yang lain. (Karena) bagi orang pria ada penggalan daripada apa yang mereka usahakan, dan bagi para perempuan (pun) ada penggalan dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS. An-Nisa’: 32)
Suami atau istri harus paham terhadap kewajiban dan haknya, sehingga tidak terjadi pertengkaran lantaran masing-masing hanya menuntut haknya terpenuhi tanpa melaksanakan kewajibannya. Islam telah mengatur keseimbangan hak dan kewajiban ini, apa yang menjadi kewajiban suami ialah hak istri, dan begitu pula sebaliknya. Kewajiban suami tidak sanggup dilakukan secara optimal oleh istri, begitu pula sebaliknya.
e.) Tercukupinya Kebutuhan Materi Secara Wajar
Suami harus membiayai kelangsungan kebutuhan bahan keluarganya, lantaran itu salah satu kiprah utamanya. Seperti yang tercantum dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 233: “…Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma'ruf”.
f.) Menghindari Hal-hal yang Tidak Islami
Banyak kegiatan atau barang-barang yang tidak Islami harus disingkirkan dari dalam rumah, contohnya penghormatan kepada benda-benda keramat, memajang patung-patung, memasukkan ke rumah majalah/koran/Video atau susukan internet dan TV (ini yang susah) yang tidak Islami, bergambar mesum dan adegan kekerasan, memperdengarkan lagu-lagu yang tidak menambah keimanan.
g.) Berperan Dalam Pembinaan Masyarakat
Keluarga Islami harus menawarkan bantuan yang cukup bagi perbaikan masyarakat sekitarnya: "Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dia-lah yang lebih mengetahui perihal siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang menerima petunjuk." (QS. An-Nahl: 125)
Kita tidak sanggup hidup sendirian, terpisah dari masyarakat. Betapapun taatnya keluarga tersebut terhadap norma-norma ilahiyah, apabila sekitar lingkungannya tidak mendukung, pelarutan nilai akan lebih gampang terjadi, terutama pada anak-anak.
Oleh alasannya itu, setiap anggota keluarga Islami diharuskan mempunyai semangat berdakwah yang tinggi, sesuai dengan profesi utama setiap muslim ialah dai. Suami harus sanggup mengatur waktu yang seimbang untuk Allah SWT (ibadah ritual), untuk keluarga (mendidik keluarga serta bercengkrama bersama istri dan anak-anak), waktu untuk umat (mengisi ceramah, mendatangi pengajian, menjadi pengurus masjid, panitia kegiatan keislaman) dan waktu mencari nafkah. Begitu pula dengan istri harus diberi kesempatan untuk bekiprah di jalan dakwah ini memperbaiki muslimah disekitarnya.
Bila pemahaman keislaman antara suami dan istri sekufu, maka tenaga untuk melaksanakan manuver dakwah keluar akan lebih banyak, lantaran suami tidak perlu menyediakan waktu yang terlalu banyak untuk mengajari istrinya. Begitu pula istri mendukung dan memperlancar kiprah suami dengan ikhlas.
"Dan orang-orang yang berkata: "Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa." (QS. Al-Furqan: 74)
Kita sanggup membaca sebagai referensi rumah tangga Islami yang telah dicontohkan oleh Rasul SAW dan para sahabatnya.
Wallahu A’lam
Comments
Post a Comment