Kisah Ulama Salaf Yang Pernah Dibully

Imam al-Muzani (175-264 H) merupakan santri pribadi dari Imam Al-Syafi'i. Imam Syafi'i menyebutnya sebagai "pembela mazhabku". Beliau menuliskan kitab Mukhtashar yang tersebar luas sebagai panduan ringkas memahami mazhab Syafi'i. Setelah menulis Bismillahirrahmanirrahim, Imam Muzani memulai kitabnya dengan kalimat

‎اخْتَصَرْت هَذَا الْكِتَابَ مِنْ عِلْمِ مُحَمَّدِ بْنِ إدْرِيسَ الشَّافِعِيِّ - رَحِمَهُ الله 

Kalimat di atas bermakna penegasan bahwa apa yang dia tulis dalam satu jilid kitab ini hanyalah merupakan ringkasan dari apa yang dia pelajari dari Imam Syafi'i. Ini yakni tawadhu' seorang santri kepada sang kiai.

Seratus tahun kemudian, seorang ulama populer dari Mazhab Syafi'i yang berjulukan al-Mawardi (362-448 H) menulis kitab al-Hawi al-Kabir berisikan 20 jilid yang memberi syarh (penjelasan) atas kitab Mukhtashar Muzani. Imam al-Mawardi ini seorang Ketua Mahkamah Agung yang menulis kitab tafsir al-Nukat wa al-'Uyun dan tentu saja yang sangat populer yaitu kitab al-Ahkam al-Sulthaniyah.

Imam al-Mawardi memulai kitab al-Hawi al-Kabir dengan menuliskan lafaz basmalah, lalu doa "Allahumma yassir wa a'in Ya Karim" lalu mengucapkan hamdalah. Setelah itu dia mencantumkan pembelaan dari mereka yang menyerang Imam Muzani. Apa pasal?

‎ابْتَدَأَ الْمُزَنِيُّ بِهَذِهِ التَّرْجَمَةِ فِي كِتَابِهِ فَاعْتَرَضَ عَلَيْهِ فِيهَا مِنْ حُسَّادِ الْفَضْلِ مَنْ أَغْرَاهُمُ التَّقَدُّمُ بِالْمُنَازَعَةِ، وَبَعَثَهُمُ الِاشْتِهَارُ عَلَى الْمَذَمَّةِ، وَكَانَ مِمَّنِ اعْتَرَضَ عَلَيْهِ فِيهَا  النَّهْرُمَانِيُّ  وَ  المغربي  و  القهي  وَأَبُو طَالِبٍ الْكَاتِبُ، ثُمَّ تَعَقَّبَهُمُ ابْنُ دَاوُدَ فَكَانَ اعْتِرَاضُهُمْ فِيهَا مِنْ وُجُوهٍ؛ فَأَوَّلُ وُجُوهِ اعْتِرَاضِهِمْ فِيهَا أَنْ قَالُوا: لِمَ لَمْ يَحْمَدِ الله تعالى

‎تَبَرُّكًا بِذِكْرِهِ وَاقْتِدَاءً بِغَيْرِهِ، وَاتِّبَاعًا لِمَا رَوَاهُ الْأَوْزَاعِيُّ عَنْ قُرَّةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنِ الزُّهْرِيِّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم َ -  قَالَ: كُلُّ أَمْرٍ ذِي بَالٍ لَمْ يُبْدَأْ فِيهِ بِحَمْدِ اللَّهِ فَهُوَ أَبْتَرُ .

Rupanya berdasarkan para "haters" --meminjam istilah yang tren di medsos ketika ini-- mengapa Imam Muzani tidak memulai kitab Mukhtashar dengan kalimat hamdalah padahal berdasarkan satu riwayat Hadis Nabi dari Auza'i: "semua perkerjaan penting yang tidak dimulai dengan Alhamdulillah akan terputus (dari rahmat Allah)."

Sisi tawadhu' Imam Muzani dalam kalimat pembuka kitabnya justru dipersoalkan. "Haters" telah memelintirnya dengan menganggap kitab ini tidak barakah. Ketimbang mengulas isi kitabnya, mereka malah menyerang kalimat pembukanya. Di sinilah Imam al-Mawardi membela Imam al-Muzani dengan menunjukkan lima jawaban.

Pertama, jikalau pertanyaan kepada Imam Muzani itu merupakan pekerjaan penting, mengapa pula yang bertanya tidak memulainya dengan hamdalah, dan jikalau tidak penting mengapa pula harus dibahas?!

Kedua, meninggalkan hamdalah itu keliru, tapi Imam Muzani tidak keliru alasannya yakni dia hanya tidak menuliskan lafaznya saja di awal kitab, bukan berarti meninggalkan puji-pujian kepada Allah sama sekali. Imam Muzani bahkan shalat dua rakaat setiap akibat menulis satu pecahan --indikasi Imam Muzani tidak melupakan koneksi dengan Allah.

Ketiga, lafaz hamdalah tidak ditulis di awal kitab, tetapi tetap ditulis oleh Imam Muzani dalam pecahan lain kitabnya. Beliau menulis: "Alhamdulillahilladzi la syarika lahu, alladzi huwa kama washafa wa fawqa ma yasfihu bihi khalquh...."

Keempat, berdasarkan Imam al-Mawardi yang dimaksud mengucapkan hamdalah itu pada dasarnya yakni mengingat Allah, dan ini sudah terwakili oleh Imam Muzani ketika memulai kitabnya dengan Bismillahirrahmanirrahim. 

Kelima, konteks Hadis memulai dengan hamdalah itu yakni ketika berkhutbah, bukan menulis kitab. Kalau diartikan harus memulai dengan hamdalah di semua hal maka berdasarkan Imam Mawardi wahyu pertama yang Nabi Muhammad terima saja ayat Iqra' bukan dimulai dengan hamdalah. Apa mungkin lalu antara ucapan dan perbuatan Nabi saling bertentangan dan apa berani kita menyampaikan al-Qur'an itu terputus dari rahmat Allah alasannya yakni ayat pertamanya bukan diawali dengan hamdalah? Dan lagipula jikalau benar yang tidak memulai hamdalah pada kitabnya akan terputus dari rahmatNya, nyatanya kitab yang ditulis Imam Muzani ini sangat populer dan bermanfaat dibanding yang lainnya.

Demikian pembelaan Imam al-Mawardi. Saya hendak menambahi bahwa serangan semacam itu bukan hanya dialami Imam Muzani tapi juga dialami oleh Imam Bukhari. Dalam Kitab Fathul Bari yang men-syarh kitab Shahih Bukhari dikupas bagaimana Imam Bukhari yang memulai kitabnya dengan menulis Bismillahirrahmanirrahim menerima serangan dari pihak lain. Mereka mempersoalkan kenapa tidak memulainya dengan hamdalah. Ibn Hajar lalu menunjukkan pembelaannya terhadap Imam Bukhari.



Kembali kepada serangan terhadap Imam Muzani, pertanyaannya siapa sih yang mengkritik dia soal hamdalah ini? Imam Mawardi menyebut beberapa nama di antaranya al-Nahrumani dan al-Maghribi. Jelas ini hanya nickname bukan nama lengkap. Kaprikornus siapa para "haters" itu? Mungkin pada masa Imam al-Mawardi kedua panggilan ini sudah mafhum diketahui. Tapi kita yang hidup 900 tahun lalu tentu bertanya-tanya.

Pelacakan aku untuk al-Nahrumani itu boleh jadi nama lengkapnya Najmuddin Muhammad al-Shalihi al-Nahrumani, yang merupakan Ulama mazhab Hanbali. Bagaimana dengan al-Maghribi? Kemusykilannya biasanya kitab-kitab mazhab Syafi'i menyebut al-Maghribi itu kepada Ibn Hazm al-Andalusi dari mazhab Zhahiri. Ada kemungkinan yang dimaksud al-Maghribi dalam kitab al-Mawardi ini yakni al-Husain bin 'Ali bin al-Husain al-Wazir Abul Qasim yang wafat tahun 418 H sebelum masanya al-Mawardi. Benar atau tidaknya, Wallahu A’lam.

Nah, pelajaran penting: dunia pengetahuan hanya akan mengenang mereka yang berkarya. Para "haters" yang biasanya hanya mengkritik dan tidak melahirkan karya penting dan berkualitas mereka akan dilupakan sejarah. Ratusan tahun lalu anak cucu kita akan kesulitan melacak siapa mereka. Karena itu jangan hiraukan "haters", teruslah kita produktif berkarya dan sejarah akan mencatat karya dan dedikasi kita. Insya Allah!


Sumber: Situs PBNU

Comments

Popular posts from this blog

Viral Cyclical Keto Meal Plan Pictures

Ketika Rabi’Ah Adawiyah Akan Dilamar Hasan Al-Bashri

Kisah Aristoteles Mengajar Iskandar Zulkarnain Kecil