Kisah Poligami Yang Diridhai
Di Baghdad ada seorang lelaki menikah dengan anak putri pamannya sendiri. Dalam kesepakatan nikah itu, ia berjanji tidak akan menikah lagi dengan perempuan lain. Suatu hari, ada seorang perempuan tiba (belanja) ke tokonya. Ia meminta lelaki itu untuk menikahi dirinya. Lelaki itupun bercerita apa adanya, bahwa ia telah mengikat janji dengan istrinya (anak pamannya) untuk tidak akan menikah lagi dengan perempuan lain. Tetapi perempuan itu terus mendesak dirinya, hingga dirinya rela sekalipun hanya digilir pada hari Jum’at. Lelaki itupun menikahinya.
Masa itu telah berlalu, hingga hingga memasuki kedelapan bulan dalam pernikahannya dengan perempuan lain, istrinya mulai curiga. Ia tidak menyukai tingkah suaminya yang mulai tidak beres. Ia memerintahkan pembantunya biar menyelidiki suaminya.
Menjelang hari Jum’at, suaminya keluar. Istrinya meminta pembantunya untuk mengawasi dari jauh, kemana tujuannya. Ternyata, ia masuk ke rumah seorang perempuan. Pembantu tadi terus malakukan penyelidikan. Ia bertanya kepada salah seorang tetangga perempuan itu. Jawabnya, bahwa lelaki itu telah menikahinya beberapa bulan yang lalu. Tuan putrinya diberitahu, bahwa suaminya telah menikah lagi dengan perempuan lain. Ia berkata: “Kamu jangan membuatkan diam-diam ini kepada siapapun”.
Manakala lelaki itu telah mati (yakni suami dari istri anak pamannya). Ia mengutus pembantunya biar mengantarkan uang sebanyak 500 dinar kepada istrinya yang kedua. Ia berkata kepada pembantunya: “Pergilah ke rumahnya dan katakan kepadanya, ‘Semoga Allah menambah pahalamu menjadi lebih besar. Sesungguhnya suamimu telah mati. Ia meninggalkan uang sebanyak 8000 dinar. Yang 7000 dinar diberikan kepada anaknya. Yang 1000 dinar lagi dibagi dua antara saya dan kamu.”
Ketika istri mudanya menerima klarifikasi itu, ia menolak donasi uang dari istri tua. Ia berkata kepada pembantunya: “Kembalikan uang itu padanya. Aku tidak akan mengambil maskawin daripadanya, dan saya tidak ingin mengambil tinggalan apapun daripadanya.”
Tersebut dalam riwayat, “Mana saja istri yang berbuat durhaka kepada suaminya, maka ia memperoleh laknat Allah, para malaikat, dan semua manusia”. (al-hadits)
Imam Ali bin Abu Thalib berkata, saya mendengar Rasulullah bersabda: “Seandainya seorang istri membawa makanan yang digoreng dan yang direbus di kedua tangannya, kemudian diletakkan (disiapkan) untuk suaminya, tetapi suaminya tidak meridhainya, maka di hari tamat zaman kelak istri itu akan dikumpulkan bersama golongan Yahudi dan Nasrani.” (al hadits)
Abdullah bin Mas’ud mengatakan, bahwa, saya mendengar Rasulullah bersabda: “Mana saja istri yang diajak suaminya bersetubuh, kemudian ia mengulur-ngulur waktu hingga suaminya tertidur, maka ia terlaknat”. (al-hadits)
Dalam sebuah hadits dikatakan: “Mana saja istri yang bermuka masam di depan wajah suaminya, maka ia berada dalam kemurkaan Allah hingga ia tersenyum kembali dan berusaha meminta keridhaannya. Dan mana saja istri yang keluar dari rumahnya tanpa menerima restu suaminya, maka ia dilaknat oleh para malaikat hingga kembali.”
Abdurrahman bin Auf mengatakan, saya mendengar bahwa Rasulullah bersabda: “Mana saja istri yang bermuka masam di depan suaminya, kelak ia dibangkitkan dari kuburnya dalam keadaan berwajah hitam.” (al-hadits)
Dari Utsman bin Affan ra. berkata, saya mendengar Rasulullah bersabda: “Tidaklah seorang istri keluar dari rumah suaminya tanpa menerima restunya, kecuali dilaknati oleh segala sesuatu yang tersinari matahari, hingga termasuk ikan-ikan yang ada di dalam laut.” (al-hadits)
Sumber: Kitab Uqudu Lujain
Comments
Post a Comment